Entri Populer
-
TAKSU Intro: Am G F C Dm C F G Am G Am G @ Sire sane ngewangian ...
-
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa ahli seperti Goodenough (1971), Spradley (1972), dan Geertz (1973) mendefinisikan...
-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jika kita menelusuri kembali sejarah peradaban manusia di bumi ini, kita akan melihat adanya...
-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekitar 16,42 juta jiwa penduduk Indonesia merupakan masyarakat yang hidup di kawasan pes...
-
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat yang d...
-
UPHDM JAYA INTRO: F Am Dm Bes C F F C Bes C F Am @ Hari-hari terus berlalu ...
-
KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah berkenan memelihara dan membimbing Kita sehingga k...
-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kependudukan merupakan salah satu aspek yang memerlukan perhatian dalam proses pem...
-
Ida Hyang Widhi C F Ida Hyang Widhi, Hyang Widhi... G C Ku puj...
Senin, 16 Januari 2012
Makalah Pencemaran Lingkungan
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sesungguhnya Inti masalah lingkungan hidup yang kita alami sekarang adalah hubungan timbal balik antara makhluk hidup (organisme) dengan lingkungannya yang bersifat organik maupun anorganik yang juga merupakan inti permasalahan bidang kajian ekologi. Setiap pembangunan harus dilakukan secara berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dan mampu mendukung seluruh kehidupan didalamnya agar dapat dimanfaatkan oleh generasi sekarang maupun akan datang.
Pengalaman beberapa negara berkembang khususnya negara-negara latin yang gandrung memakai teknologi dalam industri yang ditransfer dari negara-negara maju (core industry) untuk pembangunan ekonominya seringkali berakibat pada terjadinya distorsi tujuan. Keadaan ini terjadi karena aspek-aspek dasar dari manfaat teknologi bukannya dinikmati oleh negara importir, tetapi memakmurkan negara pengekspor atau pembuat teknologi. Negara pengadopsi hanya menjadi konsumen dan ladang pembuangan produk teknologi karena tingginya tingkat ketergantungan akan suplai berbagai jenis produk teknologi dan industri dari negara maju Alasan umum yang digunakan oleh negara-negara berkembang dalam mengadopsi teknologi (iptek) dan industri, searah dengan pemikiran yang menyebutkan bahwa untuk masuk dalam era globalisasi dalam ekonomi dan era informasi harus melewati gelombang agraris dan industrialis. Hal ini didukung oleh itikad pelaku pembangunan di negara-negara untuk beranjak dari satu tahapan pembangunan ke tahapan pembangunan berikutnya.
Tetapi akibat tindakan penyesuaian yang harus dipenuhi dalam memenuhi permintaan akan berbagai jenis sumber daya (resources), agar proses industri dapat menghasilkan berbagai produk yang dibutuhkan oleh manusia, seringkali harus mengorbankan ekologi dan lingkungan hidup manusia. Hal ini dapat kita lihat dari pesatnya perkembangan berbagai industri yang dibangun dalam rangka peningkatan pendapatan (devisa) negara dan pemenuhan berbagai produk yang dibutuhkan oleh manusia.
Disamping itu, iptek dan teknologi dikembangkan dalam bidang antariksa dan militer, menyebabkan terjadinya eksploitasi energi, sumber daya alam dan lingkungan yang dilakukan untuk memenuhi berbagai produk yang dibutuhkan oleh manusia dalam kehidupannya sehari-hari.
Pengertian dan persepsi yang berbeda mengenai masalah lingkungan hidup sering menimbulkan ketidak harmonisan dalam pengelolaan lingkungan hidup. Akibatnya seringkali terjadi kekurangan tepatan dalam menerapkan berbagai perangkat peraturan, yang justru menguntungkan perusak lingkungan dan merugikan masyarakat dan pemerintah.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut diatas, tulisan ini secara khusus akan membahas permasalahan :
- Bagaimana kontribusi industri dan teknologi yang menyebar terhadap pencemaran lingkungan khususnya di indonesia.
- Bagaimana klasifikasi pencemaran lingkungan, dan
- Bagaimana menyikapi terjadinya pencemaran lingkungan hidup.
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penulisan makalah ini adalah
- Untuk mengetahui bagaimana kontribusi industri dan teknologi yang menyebar terhadap pencemaran lingkungan khususnya di Indonesia.
- Untuk mengetahui bagaimana klasifikasi pencemaran lingkungan.
- Untuk mengetahui bagaimana menyikapi terjadinya pencemaran lingkungan hidup.
BAB II
PEMBAHASAN
Seringkali ditemukan pernyataan yang menyamakan istilah ekologi dan lingkungan hidup, karena permasalahannya yang bersamaan. Inti dari permasalahan lingkungan hidup adalah hubungan makhluk hidup, khususnya manusia dengan lingkungan hidupnya. Ilmu tentang hubungan timbal balik makhluk hidup dengan lingkungan hidupnya di sebut ekologi.
Lingkungan hidup adalah sistem yang merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dengan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan peri kehidupannya dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.
Dari definisi diatas tersirat bahwa makhluk hidup khususnya merupakan pihak yang selalu memanfaatkan lingkungan hidupnya, baik dalam hal respirasi, pemenuhan kebutuhan pangan, papan dan lain-lain. Dan, manusia sebagai makhluk yang paling unggul di dalam ekosistemnya, memiliki daya dalam mengkreasi dan mengkonsumsi berbagai sumber-sumber daya alam bagi kebutuhan hidupnya.
Di alam terdapat berbagai sumber daya alam. yang merupakan komponen lingkungan yang sifatnya berbeda-beda, dimana dapat digolongkan atas :
- Sumber daya alam yang dapat diperbaharui (renewable natural resources)
- Sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui (non-renewable natural resources).
Berbagai sumber daya alam yang mempunyai sifat dan perilaku yang beragam tersebut saling berinteraksi dalam bentuk yang berbeda-beda pula. Sesuai dengan kepentingannya maka sumber daya alam dapat dibagi atas;
- fisiokimia seperti air, udara, tanah, dan sebagainya,
- biologi, seperti fauna, flora, habitat, dan sebagainya, dan
- sosial ekonomi seperti pendapatan, kesehatan, adat-istiadat, agama, dan lain-lain.
Interaksi dari elemen lingkungan yaitu antara yang tergolong hayati dan non-hayati akan menentukan kelangsungan siklus ekosistem, yang didalamnya didapati proses pergerakan energi dan hara (material) dalam suatu sistem yang menandai adanya habitat, proses adaptasi dan evolusi. Dalam memanipulasi lingkungan hidupnya, maka manusia harus mampu mengenali sifat lingkungan hidup yang ditentukan oleh macam-macam faktor. Berkaitan dengan pernyataan ini, sifat lingkungan hidup dikategorikan atas dasar
- Jenis dan jumlah masing-masing jenis unsur lingkungan hidup tersebut,
- Hubungan atau interaksi antara unsur dalam lingkungan hidup tersebut,
- Kelakuan atau kondisi unsur lingkungan hidup, dan
- Faktor-faktor non-materil, seperti cahaya dan kebisingan.
Manusia berinteraksi dengan lingkungan hidupnya, yang dapat mempengaruhi dan mempengaruhi oleh lingkungan hidupnya, membentuk dan dibentuk oleh lingkungan hidupnya. Hubungan manusia dengan lingkungan hidupnya adalah sirkuler, berarti jika terjadi perubahan pada lingkungan hidupnya maka manusia akan terpengaruh.
Uraian ini dapat menjelaskan akibat yang ditimbulkan oleh adanya pencemaran lingkungan, terutama terhadap kesehatan dan mutu hidup manusia. Misalnya, akibat polusi asap kendaraan atau cerobong industri, udara yang dipergunakan untuk bernafas oleh manusia yang tinggal di lingkungan itu akan tercemar oleh gas CO (karbon monoksida).
Berkaitan dengan paparan ini, perlakuan manusia terhadap lingkungan akan mempengaruhi mutu lingkungan hidupnya. Konsep mutu lingkungan berbeda bagi tiap orang yang mengartikan dan mempersepsikannya secara sederhana menerjemahkan bahwa mutu lingkungan hidup diukur dari kerasannya manusia yang tinggal di lingkungan tersebut, yang diakibatkan oleh terjaminnya perolehan rejeki, iklim dan faktor alamiah lainnya yang sesuai.
Batasan ini terasa sempit, bila dikaitkan dengan pengaruh elemen lingkungan yang sifatnya tidak dikenali dan dirasakan, misalnya dampak radiasi baik yang disebabkan oleh sinar ultraviolet atau limbah nuklir, yang bersifat merugikan bagi kelangsungan hidup makhluk hidup.
B. Industri dan Pencemaran Lingkungan
Jika kita ingin menyelamatkan lingkungan hidup, maka perlu adanya itikad yang kuat dan kesamaan persepsi dalam pengelolaan lingkungan hidup. Pengelolaan lingkungan hidup dapatlah diartikan sebagai usaha secara sadar untuk memelihara atau memperbaiki mutu lingkungan agar kebutuhan dasar kita dapat terpenuhi dengan sebaik-baiknya.
Memang manusia memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap lingkungannya, secara hayati ataupun kultural, misalnya manusia dapat menggunakan air yang tercemar dengan rekayasa teknologi (daur ulang) berupa salinisasi, bahkan produknya dapat menjadi komoditas ekonomi. Tetapi untuk mendapatkan mutu lingkungan hidup yang baik, agar dapat dimanfaatkan secara optimal maka manusia diharuskan untuk mampu memperkecil resiko kerusakan lingkungan.
Dengan demikian, pengelolaan lingkungan dilakukan bertujuan agar manusia tetap “survival”. Hakekatnya manusia telah “survival” sejak awal peradaban hingga kini, tetapi peralihan dan revolusi besar yang melanda umat manusia akibat kemajuan pembangunan, teknologi, iptek, dan industri, serta revolusi sibernitika, menghantarkan manusia untuk tetap mampu menggoreskan sejarah kehidupan, akibat relasi kemajuan yang bersinggungan dengan lingkungan hidupnya. Karena jika tidak mampu menghadapi berbagai tantangan yang muncul dari permasalahan lingkungan, maka kemajuan yang telah dicapai terutama berkat ke-magnitude-an teknologi akan mengancam kelangsungan hidup manusia.
1. Dampak Industri dan Teknologi terhadap Lingkungan
Pentingnya inovasi dalam proses pembangunan ekonomi di suatu negara, dalam hal ini, pesatnya hasil penemuan baru dapat dijadikan sebagai ukuran kemajuan pembangunan ekonomi suatu bangsa.
Dari berbagai tantangan yang dihadapi dari perjalanan sejarah umat manusia, kiranya dapat ditarik selalu benang merah yang dapat digunakan sebagai pegangan mengapa manusia “survival” yaitu oleh karena teknologi.
Teknologi memberikan kemajuan bagi industri baja, industri kapal laut, kereta api, industri mobil, yang memperkaya peradaban manusia. Teknologi juga mampu menghasilkan sulfur dioksida, karbon dioksida, CFC, dan gas-gas buangan lain yang mengancam kelangsungan hidup manusia akibat memanasnya bumi akibat efek “rumah kaca”.
Teknologi yang diandalkan sebagai instrumen utama dalam “revolusi hijau” mampu meningkatkan hasil pertanian, karena adanya bibit unggul, bermacam jenis pupuk yang bersifat suplemen, pestisida dan insektisida. Dibalik itu, teknologi yang sama juga menghasilkan berbagai jenis racun yang berbahaya bagi manusia dan lingkungannya, bahkan akibat rutinnya digunakan berbagi jenis pestisida ataupun insektisida mampu memperkuat daya tahan hama tanaman misalnya wereng dan kutu loncat.
Teknologi juga memberi rasa aman dan kenyamanan bagi manusia akibat mampu menyediakan berbagai kebutuhan seperti tabung gas kebakaran, alat-alat pendingin (lemari es dan AC), berbagai jenis aroma parfum dalam kemasan yang menawan, atau obat anti nyamuk yang praktis untuk disemprotkan, dan sebagainya. Serangkai dengan proses tersebut, ternyata CFC (chlorofluorocarbon) dan tetra fluoro ethylene polymer yang digunakan justru memiliki kontribusi bagi menipisnya lapisan ozon di stratosfer.
Teknologi memungkinkan negara-negara tropis (terutama negara berkembang) untuk memanfaatkan kekayaan hutan alamnya dalam rangka meningkatkan sumber devisa negara dan berbagai pembiayaan pembangunan, tetapi akibat yang ditimbulkannya merusak hutan tropis sekaligus berbagai jenis tanaman berkhasiat obat dan beragam jenis fauna yang langka. Pembangunan yang dilakukan besar-besaran di Indonesia dapat meningkatkan kemakmuran namun disisi lain hal ini juga dapat membawa dampak negatif terhadap lingkungan hidup. contoh kasus yang paling hangat adalah kasus buyat di Sulawesi. Dampak yang diakibatkan dari pencemaran lingkungan yang disinyalir dari buangan proses sebuah industri pertambangan dimana mengakibatkan rusaknya ekosistem ( pencemaran terhadap ikan dan air ) serta mengakibatkan sejumlah penyakit dimasyarakat sekitar.
Bahkan akibat kemajuan teknologi, era sibernitika yang mengglobal dapat dikonsumsi oleh negara-negara miskin sekalipun karena kemampuan komputer sebagai instrumen informasi yang tidak memiliki batas ruang. Dalam hal ini, jaringan Internet yang dapat diakses dengan biaya yang tidak mahal menghilangkan titik-titik pemisah yang diakibatkan oleh jarak yang saling berjauhan. Kemajuan teknologi sibernitika ini meyakini para ekonom bahwa kemajuan yang telah dicapai oleh negara maju akan dapat disusul oleh negara-negara berkembang, terutama oleh menyatunya negara maju dengan negara berkembang dalam blok perdagangan.
Indonesia merupakan negara “late corner” dalam proses industrialisasi di kawasan Pasifik, jika dibandingkan dengan beberapa negara lainnya, kemampuan teknologinya juga masih terbelakang.
Selanjutnya, dipaparkan bahwa Indonesia bersama dengan Filipina berada di peringkat terbawah, yaitu sekitar 0,12 persen saja untuk tahun 1987. Sedangkan Malaysia, Singapura dan Cina persentasenya mendekati 1 persen, di Korea mendekati 2 %, bahkan Amerika dan Jepang jauh diatas 2 persen.
Dari segi jumlah ilmuwan dan insiyur, Indonesia juga berada pada peringkat terbawah, yaitu hanya 4 orang per 10.000, dibandingkan dengan 15 orang di Korea, 18 orang di Taiwan, 23 orang di Singapura, 34 orang di Jepang dan 40 orang di Amerika. Berdasarkan data perbandingan tersebut, indikasi kebijaksanaan harus menitikberatkan perhatian yang lebih bagi upaya untuk mengkreasi penemuan-penemuan teknologi, melalui tahapan mempelajari proses akuisisi dan peningkatkan kemampuan teknologi yang telah dikuasai.
Seperti pengalaman negara-negara lain yang telah melalui berbagai tahapan pembangunan sampai pada tahap industrialisasi, maka Indonesia juga mengandalkan teknologi dalam industrinya untuk memelihara momentum pembangunan ekonomi dengan tingkat pertumbuhan diatas 5 % pertahunnya.
Masuknya teknologi ke Indonesia sudah dimulai sejak diundangkannya UUPMA (UU No. 1 tahun 1967, yang diperbarui dengan PP.No. 20 tahun 1994). Dengan dukungan UU tentang Hak Paten (Property Right) dan UU Perlindungan Hak Cipta (Intellectual Right), maka banyak perusahaan multinasional dan asing yang menggunakan, memakai dan mengembangkan teknologi dalam menghasilkan berbagai produk industri. Dalam hal merebaknya teknologi industri masuk ke Indonesia, dapat melalui : (a) Science agreement, (b). technical assistance and cooperation, (c). turnkey project, (d). foreign direct investment, dan (e). purchase of capital goods. Atau dalam bentuk equity participation dalam rangka joint operation agreement, know – how agreement, kontrak-kontrak pembelian mesin-mesin, trade fair dan berbagai lokakarya.
Sebagai salah satu negara berkembang yang banyak membutuhkan dana bagi pembiayaan pembangunan, maka Indonesia seringkali “dicurigai” melakukan eksploitasi sumber alamnya secara besar-besaran, karena dukungan kemajuan teknologi dan besarnya tingkat kebutuhan industri-industri yang berkembang pesat secara kuantitif dan berskala besar.
Berdasarkan hasil studi empiris yang pernah dilakukan oleh Magrath pada tahun 1987, diperkirakan bahwa akibat erosi tanah yang terjadi di Jawa nilai kerugian yang ditimbulkannya telah mencapai 0,5 % dari GDP, dan lebih besar lagi jika diperhitungkan kerusakan lingkungan di Kalimantan akibat kebakaran hutan, polusi di Jawa, dan terkurasnya kandungan sumber daya tanah di Jawa.
Terlepas dari berbagai keberhasilan pembangunan yang disumbangkan oleh teknologi dan sektor industri di Indonesia, sesungguhnya telah terjadi kemerosotan sumber daya alam dan peningkatan pencemaran lingkungan, khususnya pada kota-kota yang sedang berkembang seperti Gresik, Surabaya, Jakarta, Bandung Lhoksumawe, Medan, dan sebagainya. Bahkan hampir seluruh daerah di Jawa telah ikut mengalami peningkatan suhu udara, sehingga banyak penduduk yang merasakan kegerahan walaupun di daerah tersebut tergolong berhawa sejuk dan tidak pesat industrinya.
Berkaitan dengan pernyataan tersebut dapat dicatat keadaan lingkungan di beberapa kota di Indonesia, yaitu :
- Terjadinya penurunan kualitas air permukaan di sekitar daerah-daerah industri. - Konsentrasi bahan pencemar yang berbahaya bagi kesehatan penduduk seperti merkuri, kadmium, timah hitam, pestisida, pcb, meningkat tajam dalam kandungan air permukaan dan biota airnya.
- Kelangkaan air tawar semakin terasa, khususnya di musim kemarau, sedangkan di musim penghujan cenderung terjadi banjir yang melanda banyak daerah yang berakibat merugikan akibat kondisi ekosistemnya yang telah rusak.
- Temperatur udara maksimal dan minimal sering berubah-ubah, bahkan temperatur tertinggi di beberapa kola seperti Jakarta sudah mencapai 37 derajat celcius.
- Terjadi peningkatan konsentrasi pencemaran udara seperti CO, NO2 SO2, dan debu. - Sumber daya alam yang dimiliki bangsa Indonesia terasa semakin menipis, seperti minyak bumi dan batubara yang diperkirakan akan habis pada tahun 2020.
- Luas hutan Indonesia semakin sempit akibat tidak terkendalinya perambahan yang disengaja atau oleh bencana kebakaran.
- Kondisi hara tanah semakin tidak subur, dan lahan pertanian semakin memyempit dan mengalami pencemaran.
2. Klasifikasi Pencemaran Lingkungan
Masalah pencemaran lingkungan hidup, secara teknis telah didefinisikan dalam UU No. 4 Tahun 1982, yakni masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan dan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat lagi berfungsi sesuai peruntukannya.
Dari definisi yang panjang tersebut, terdapat tiga unsur dalam pencemaran, yaitu : Sumber perubahan oleh kegiatan manusia atau proses alam, bentuk perubahannya adalah berubahnya konsentrasi suatu bahan (hidup/mati) pada lingkungan, dan merosotnya fungsi lingkungan dalam menunjang kehidupan.
Pencemaran dapat diklasifikasikan dalam bermacam-macam bentuk menurut pola pengelompokannya :
- Pengelompokan menurut bahan pencemar yang menghasilkan bentuk pencemaran biologis, kimiawi, fisik, dan budaya.
- Pengelompokan menurut medium lingkungan menghasilkan bentuk pencemaran udara, air, tanah, makanan, dan sosial.
- Pengelompokan menurut sifat sumber menghasilkan pencemaran dalam bentuk primer dan sekunder.
Namun apapun klasifikasi dari pencemaran lingkungan, pada dasarnya terletak pada esensi kegiatan manusia yang mengakibatkan terjadinya kerusakan yang merugikan masyarakat banyak dan lingkungan hidupnya.
3. Menyikapi Pencemaran Lingkungan
Konferensi PBB tentang lingkungan Hidup di Stockholm pada tahun 1972, telah menetapkan tanggal 5 Juni setiap tahunnya untuk diperingati sebagai Hari lingkungan Hidup Sedunia. Kesepakatan ini berlangsung didorong oleh kerisauan akibat tingkat kerusakan lingkungan yang sudah sangat memprihatinkan.
Di Indonesia perhatian tentang lingkungan hidup telah dilakukan sejak tahun 1960-an. Tonggak pertama sejarah tentang permasalahan lingkungan hidup dipancangkan melalui seminar tentang Pengelolaan lingkungan Hidup dan Pembangunan Nasional yang diselenggarakan di Universitas Padjajaran pada tanggal 15 – 18 Mei 1972. Hasil yang dapat diperoleh dari pertemuan itu yaitu terkonsepnya pengertian umum permasalahan lingkungan hidup di Indonesia. Dalam hal ini, perhatian terhadap perubahan iklim, kejadian geologi yang bersifat mengancam kepunahan makhluk hidup dapat digunakan sebagai petunjuk munculnya permasalahan lingkungan hidup.
Pada saat itu, pencemaran oleh industri dan limbah rumah tangga belumlah dipermasalahkan secara khusus kecuali di kota-kota besar. Saat ini, masalah lingkungan hidup tidak hanya berhubungan dengan gejala-gejala perubahan alam yang sifatnya evolusioner, tetapi juga menyangkut pencemaran yang ditimbulkan oleh limbah industri dan keluarga yang menghasilkan berbagai rupa barang dan jasa sebagai pendorong kemajuan pembangunan di berbagai bidang.
Pada Pelita V, berbagai upaya pengendalian pencemaran lingkungan hidup dilakukan dengan memperkuat sanksi dan memperluas jangkauan peraturan-peraturan tentang pencemaran lingkungan hidup, dengan lahirnya Keppres 77/1994 tentang Organisasi Bapedal sebagai acuan bagi pembentukan Bapeda/Wilayah di tingkat Propinsi, yang juga bermanfaat bagi arah pembentukan Bapeda/Daerah. Peraturan ini dikeluarkan untuk memperkuat Undang-Undang Nomor 4 tahun 1982 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang dianggap perlu untuk diperbaharui.
Berdasarkan Strategi Penanganan Limbah tahun 1993/1994, yang ditetapkan oleh pemerintah, maka proses pengolahan akhir buangan sudah harus dimulai pada tahap pemilihan bahan baku, proses produksi, hingga pengolahan akhir limbah buangan (Lampiran Pidato Presiden RI, 1994 : II/27). Langkah yang ditempuh untuk mendukung kebijaksanaan ini, ditempuh dengan pembangunan Pusat Pengelolaan Limbah Industri Bahan Berbahaya dan Beracun (PPLI-B3), di Cileungsi Jawa Barat, yang pertama di Indonesia. Pendirian unit pengolahan limbah ini juga diperkuat oleh Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 1994 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun.
Disamping itu, untuk mengembangkan tanggung jawab bersama dalam menanggulangi masalah pencemaran sungai terutama dalam upaya peningkatan kualitas air, dilaksanakan Program Kali Bersih (PROKASIH), yang memprioritaskan penanganan lingkungan pada 33 sungai di 13 Propinsi. Upaya pengendalian pencemaran lingkungan hidup ini, ternyata juga menghasilkan lapangan kerja dan kesempatan berusaha baru di berbagai kota dan sektor pembangunan.
Dari uraian tersebut diatas jelaslah bagi kita bahwa dalam menyikapi terjadinya pencemaran lingkungan baik akibat teknologi, perubahan lingkungan, industri dan upaya-upaya yang dilakukan dalam pembangunan ekonomi, diperlukan itikad yang luhur dalam tindakan dan perilaku setiap orang yang peduli akan kelestarian lingkungan hidupnya.
Walaupun telah ditetapkan Undang-Undang No. 4 Tahun 1982, PP No. 19 tahun 1994 dan Keppres No .7 tahun 1994 yang berhubungan dengan pengelolaan lingkungan, jika tidak ada kesamaan persepsi dan kesadaran dalam pengelolaan lingkungan hidup maka berbagai upaya pembangunan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat tidak akan dapat dinikmati secara tenang dan aman, karena kekhawatiran akan bencana dari dampak negatif pencemaran lingkungan.
BAB III
PENUTUP
Adapun yang menjadi kesimpulan dari tulisan diatas, sebagai berikut : Pembangunan yang mengandalkan teknologi dan industri dalam mempertahankan tingkat pertumbuhan ekonomi seringkali membawa dampak negatif bagi lingkungan hidup manusia. Pencemaran lingkungan akan menyebabkan menurunnya mutu lingkungan hidup, sehingga akan mengancam kelangsungan makhluk hidup, terutama ketenangan dan ketentraman hidup manusia. Adanya pengertian dan persepsi yang sama dalam memahami pentingnya lingkungan hidup bagi kelangsungan hidup manusia akan dapat mengendalikan tindakan dan perilaku manusia untuk lebih mementingkan lingkungan hidup. Kemauan untuk saling menjaga kelestarian dan keseimbangan lingkungan hidup merupakan itikad yang luhur dari dalam diri manusia dalam memandang hakekat dirinya sebagai warga dunia.
B. Saran
Limbah industri harus ditangani dengan baik dan serius oleh Pemerintah Daerah dimana wilayahnya terdapat industri. Pemerintah harus mengawasi pembuangan limbah industri dengan sungguh-sungguh. Pelaku industri harus melakukan cara-cara pencegahan pencemaran lingkungan dengan melaksanakan teknologi bersih, memasang alat pencegahan pencemaran, melakukan proses daur ulang dan yang terpenting harus melakukan pengolahan limbah industri guna menghilangkan bahan pencemaran atau paling tidak meminimalkan bahan pencemaran hingga batas yang diperbolehkan. Di samping itu perlu dilakukan penelitian atau kajian.
DAFTAR PUSTAKA
Makalah Penerapan Teknologi Terhadap Lingkungan
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Jika kita
menelusuri kembali sejarah peradaban manusia di bumi ini, kita akan melihat
adanya usaha dari manusia untuk menyempurnakan hidupnya, demi kelangsungan
hidup jenisnya. Pada
saat manusia hidup mengembara, mereka hidup dari
hasil perburuan, mencari buah-buahan serta umbi-umbian yang terdapat di
hutan-hutan. Mereka belum mengenal perihal bercocok tanam atau bertani, dan
hidup mengembara dalam kelompok-kelompok kecil dan tinggal di gua-gua. Bila
binatang buruan mulai berkurang, mereka berpindah mencari tempat yang masih
terdapat cukup binatang-binatang buruan sebagai bahan makanan.
Akan tetapi lambat laun dengan bertambahnya
jumlah populasi mereka, cara hidup semacam
itu tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Kemudian mereka mulai mengenal cara bercocok tanam yang
masih sangat sederhana, yaitu dengan membuka hutan untuk dibuat ladang yang ditanami dengan umbi-umbian atau tanaman lain yang telah dikenalnya sebagai bahan
makanan. Rumah-rumah mereka pada saat itu terbuat dari kayu yang beratap
daun-daunan. Bilamana kesuburan tanah tidak memungkinkan lagi untuk memperoleh
panen yang mencukupi kebutuhan, mereka berpindah mencari tempat baru yang masih
memungkinkan untuk bercocok tanam. Kembali mereka membuka hutan untuk dijadikan
tempat tinggal serta ladangnya. Dan dalam mencari tempat mereka selalu memperhatikan sumber air, di
mana mereka memilih tempat yang dekat dengan mata air, di tepi sungai, atau
danau. Selain bercocok tanam mereka mulai memelihara binatang-binatang.
Dan akhirnya mereka hidup menetap
dari hasil pengalamannya, mereka mulai dapat bercocok tanam secara lebih baik,
misalnya dengan ditemukannya sistern bersawah dan hingga teknologi pada saat
ini. Di sini manusia mulai mengetahui sifat-sifat alam lingkungan hidupnya.
Tampaknya di sini manusia sedikit
demi sedikit mulai menyesuaikan diri pada alam lingkungan hidupnya. Bahkan lebih daripada itu, manusia
telah mengubah semua komunitas biologis di tempat mereka hidup. Perubahan alam
lingkungan hidup manusia tampak jelas di kota-kota, dibandingkan dengan di
hutan rimba, serta penduduk kota dalam bidang teknologi sudah lebih maju dan
teknologi kebanyakan di import dari luar negeri. Sedangkan penduduk di hutan
rimba masih sedikit serta primitif.
Perubahan alam lingkungan hidup
manusia akan berpengaruh baik secara positif ataupun negatif. Berpengaruh bagi manusia
mendapatkan keuntungan dari perubahan tersebut, dan berpengaruh tidak baik
karena dapat mengurangi kemampuan alam lingkungan hidupnya untuk menyokong
kehidupannya.
B.
Landasan Teori
1.
Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan
dengan segala fungsi dan potensinya yang tunduk kepada aturan hukum alam,
mengalami kelahiran, pertumbuhan, perkembangan, mati, dan seterusnya, yang
terkait dengan berinteraksi dengan alam dan lingkungannya dalam sebuah hubungan
timbal balik baik itu positif maupun negatif (M. Setiadi, Elly: 2006).
2.
Lingkungan adalah suatu media di mana
makhluk hidup tinggal, mencari penghidupannya, dan memiliki karakter serta
fungsi yang khas yang mana terkait secara timbal balik dengan keberadaan
makhluk hidup yang menempatinya, terutama manusia yang memiliki peranan yang
lebih kompleks dan rii (A. Hakam, Kama: 2006).
3.
Dalam kepustakaan teknologi terdapat
aneka ragam pendapat yang menyatakan bahwa teknologi adalah transformasi
(perubahan bentuk) dari alam, teknologi adalah realitas/kenyataan yang
diperoleh dari dunia ide, teknologi dalam makna subjektif adalah keseluruhan
peralatan dan prosedur yang disempurnakan, sampai pernyataan bahwa teknologi
adalah segala hal, dan segala hal adalah teknologi (M Setiadi, Elly: 2006).
C.
Tujuan
Penyusunan makalah ini
bertujuan untuk mengkaji lebih jauh tentang penerapan teknologi terhadap
lingkungan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Teknologi
Istilah teknologi barasal dari kata techne dan logia. Kata Yunani kuno techne berarti seni kerajinan. Dari techne kemudian lahirlah technikos yang berarti seseorang yang memilki keterampilan tertentu. Dengan berkembangnya keterampilan seseorang yang menjadi semakin tetap karena menunjukkan suatu pola, langkah dan metode yang pasti, keterampilan itu lalu menjadi teknik. Istilah “teknologi” berasal dari “techne “ atau cara dan “logos” atau pengetahuan. Jadi secara harfiah teknologi dapat diartikan pengetahuan tentang cara. Pengertian teknologi sendiri menurutnya adalah cara melakukan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan manusia dengan bantuan akal dan alat, sehingga seakan-akan memperpanjang, memperkuat atau membuat lebih ampuh anggota tubuh, pancaindra dan otak manusia.
Menurut Jaques Ellul (1967: 1967 xxv) memberi arti teknologi sebagai ”keseluruhan metode yang secara rasional mengarah dan memiliki ciri efisiensi dalam setiap bidang kegiatan manusia.” Pengertian teknologi secara umum adalah:
·
Proses yang meningkatkan nilai tambah.
·
Produk yang digunakan dan dihasilkan untuk memudahkan
dan meningkatkan kinerja.
·
Struktur atau sistem di mana proses dan produk itu
dikembangkan dan digunaka
Pada
permulaan abad XX ini, istilah teknologi telah dipakai secara umum dan
merangkum suatu rangkaian sarana, proses dan ide di samping alat-alat dan
mesin-mesin. Perluasan arti berjalan terus sehingga sampai pertengahan abad ini
muncul perumusan teknologi sebagai sarana dan aktivitas yang dengannya manusia
berusaha mengubah atau menangani lingkungannya.
Teknologi dianggap sebagai penerapan ilmu pengetahuan, dalam pengertian bahwa penerapan itu menuju pada perbuatan atau perwujudan sesuatu. Demikianlah teknologi adalah segenap keterampilan manusia menggunakan sumber-sumber daya alam untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya dalam kehidupan. Secara lebih umum dapatlah bahwa teknologi merupakan suatu sistem penggunanaan berbagai sarana yang tersedia untuk mencapai tujuan-tujuan praktis yang ditentukan.
Teknologi dianggap sebagai penerapan ilmu pengetahuan, dalam pengertian bahwa penerapan itu menuju pada perbuatan atau perwujudan sesuatu. Demikianlah teknologi adalah segenap keterampilan manusia menggunakan sumber-sumber daya alam untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya dalam kehidupan. Secara lebih umum dapatlah bahwa teknologi merupakan suatu sistem penggunanaan berbagai sarana yang tersedia untuk mencapai tujuan-tujuan praktis yang ditentukan.
Ada juga pendapat
yang mengemukakan bahwa Teknologi ialah ilmu atau pengetahuan yang diterapkan
pada penciptaan barang yang diperlukan atau diinginkan manusia. Dapat juga dikatakan teknologi ialah
ilmu tentang seni keindustrian, yang mana industri diartikan upaya
sungguh-sungguh dan ajek dalam produksi, perniagaan dan atu pembuatan
(manufacture). Teknologi juga dapat diartikan penerapan pengetahuan secara
sistematis pada tugas praktis dalam industri (Flower, dkk, 1970; 1984). Jadi,
teknologi adalah anak kandung ilmu pengetahuan.
B.
Perkembangan Teknologi dalam Pembangunan dan
Lingkungan
Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi telah membawa
kemajuan dan kemudahan serta perubahan pada kehidupan manusia. Berbagai
manfaatnya dapat terasa pada era sekarang ini dimana semua perlahan beralih
dari sesutau yang sederhana menjadi sesuatu yang lebih modern.
Manusia sebagai
makhluk yang berakal budi tidak henti-hentinya mengembangkan pengetahuannya.
Akibatnya teknologi berkembang sangat cepat dan tidak terbendung seperti tampak
dalam teknologi persenjataan, computer informasi, kedokteran, biologi dan
pangan. Kemajuan teknologi tersebut bila tidak disertai dengan nilai etika akan
menghancurkan hidup manusia sendiri seperti terbukti dengan perang Irak,
pemanasan global, daya tahan manusia yang semakin rendah, pemiskinan sebagian
penduduk dunia, makin cepat habisnya sumber alam, rusaknya ekologi, dan
ketidakadilan.
Pengaplikasian IPTEK harus sesuai
dengan aturan yang ada dan memperhatikan segala dampak buruk yang dapat
ditimbulkan bagi manusia sebagai pengaplikasinya ataupun dengan lingkungan
sebagai area pengaplikasianya. Semua harus berjalan dengan seimbang. Kemajuan
IPTEK harus tetap diimbangi dengan pemeliharaan keseimbangan dan kelestarian
lingkungan. Jangan sampai kemajuan yang dihasilkan mengakibatkan keburukan bagi
lingkungan. Sesungguhnya pengembangan IPTEK yang menghasilkan kemajuan jika
dibarengi dengan pemanfaatannya bagi peningkatan kelestarian dan pemeliharaan
lingkungan akan lebih membawa kemaslahatan bagi kemajuan kehidupan bangsa
sehingga pembangunan yang terencana pun dapat terealisasi dengan lebih baik dan
sempurna.
C. Penerapan
Teknologi terhadap Lingkungan
Sejalan dengan
perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Tentu kemajuan Teknologi akan
sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Dengan adanya Teknologi, manusia dapat
merasakan manfaatnya. Manusia akan lebih mudah melakukan hal-hal sulit
dilakukan, sehingga akan lebih efisien dalam melakukan sesuatu.
Penerapan
Teknologi tentunya juga bergantung pada kondisi lingkungan. Misalnya dengan adanya
fenomena pemanasan global dan perubahan iklim. Pembangunan infrastruktur pekerjaan
umum dan permukiman juga dihadapkan dengan tantangan seperti emisi, penurunan
ketersediaan air, banjir, kekeringan, erosi/tanah longsor, dan intrusi air
laut. Tantangan ini, pada masa datang akan semakin mengancam kualitas
lingkungan hidup. Pembangunan infrastruktur pekerjaan umum dan permukiman pada
dasarnya sudah berada dalam koridor pembangunan yang berwawasan lingkungan
sebagaimana ditegaskan dalam Undang-undang (UU) sektor ke-PU-an. Pada
pelaksanaannya Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RP JMN) II 2010 –
2014 sudah tidak dapat dipungkiri bahwa dalam perkembangannya akan dihadapkan
dengan tantangan terjadinya degradasi kualitas lingkungan yang saat ini pun
telah mulai dirasakan dampaknya oleh masyarakat. Oleh karenanya, kebijakan
pembangunan ke depan harus mampu mendorong peningkatan kualitas lingkungan
termasuk dalam pembangunan infrastruktur pekerjaan umum dan permukiman, baik
dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pengoperasian, maupun dalam proses
pemeliharaan bangunan-bangunan konstruksi dan infrastruktur pekerjaan umum dan
permukiman. Infrastruktur pekerjaan umum dan permukiman yang berwawasan
lingkungan tersebut harus memenuhi karakteristik keseimbangan dan kesetaraan,
pandangan jangka panjang, dan sistemik. Kebijakan pembangunan infrastruktur
yang ramah lingkungan (green building dan green infrastructure), mempertahankan
dan mendorong peningkatan prosentase Ruang Terbuka Hijau (RTH) terhadap kawasan
budidaya lainnya, mempertahankan kawasan konservasi terutama di kawasan
perkotaan, mewujudkan ecocity, serta meningkatkan pengawasan dan pengedalian
lingkungan dalam setiap aspek pelaksanaan pembangunan infrastruktur pekerjaan
umum dan permukiman. Tolak ukur green construction adalah mengharmonikan
infrastruktur dan bangunan dalam jaringan dan lingkup yang lebih luas, terkait
aspek-aspek iklim, sumber daya alami, ekonomi, serta sosila dan budaya. Manfaat
yang paling penting dari penerapan green construction ini adalah tidak hanya
sekedar melindungi sumber daya alam, tetapi juga dalam rangka mewujudkan
efisiensi penggunaan energi dan meminimalisir kerusakan lingkungan. Manfaat
lainnya yang dianggap paling penting adalah bahwa kehidupan dan kesehatan
masyarakat akan menjadi lebih baik, termasuk meningkatnya kepedulian lingkungan
dari masyarakat dalam mendukung pertumbuhan ekonomi lokal dan pengembangan
nilai-nilai estetika lingkungan. Salah satu teknologi green cobstruction yang
banyak dikenal dalam stabiltas lereng atau tebing jalan adalah teknologi rumput
vetiver. Teknologi ini menggunakan rumput vetiver yang memiliki karakteritistik
teknis yang khas untuk mencegah atau mengurangi terjadinya erosi atau
longsorang dangkal, dimana pada tanah-tanah berlereng, erosi dan longsoran
dangkal menjadi persoalan yang serius. Upaya pengendalian atau pencegahan terjadinya
erosi atau longsoran dangkal ini sudah tertuang dalam sasaran strategis
Kementerian PU peroide 2010-2014 – Tujuan 4, yaitu meningkatkan pembangunan
kawasan strategis, wilayah tertinggal, perbatasan, dan penanganan kawasan rawan
bencana untuk mengurangi kesenjangan antar wilayah. Adapun salah satu sasaran
yang tertuang dalam Tujuan 4 tersebut adalah “berkurangnya kawasan terkena
dampak tanah longsor melalui pembangunan, rehabilitasi, serta operasi dan
pemeliharaan sarana/prasarana pengendali lahar/sedimen”. Sejak tahun 2007
sampai tahun 2009, Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan sudah
melakukan penelitian dan mengembangkan model teknologi rumput vetiver ini. Pada
tahun 2008, sudah dilakukan monitoring penanganan erosi lereng secara vegetatif
dengan menggunakan: rumput Vetiver secara mandiri dan rumput Vetiver
dikombinasikan dengan rumput Bahia. Rumput Vetiver mempunyai system perakaran
sangat dalam (lebih dari 3 m) dan mampu menembus lapisan keras dan berbatu yang
menjadi semacam jangkar atau kolom yang kuat; sedangkan rumput Bahia
pertumbuhannya horizontal menutup permukaan tanah. Dari aspek penelitian yang
dilakukan oleh Puslitabang Jalan dan Jembatan (tahun 2008), kombinasi rumput
vetiver dan bahia menunjukkan kinerja yang relatif baik dalam menangani erosi,
namun demikian dalam skala besar teknologi ini masih terbatas dalam
penggunaannya. Sehubungan dengan adanya beberapa proyek pembangunan jalan
nasional seperti di Jawa Timur, Kalimantan Timur dan Papua, maka Pusat Litbang
Jalan dan Jembatan memandang penting untuk menerapkan hasil penelitiannya di
proyek tersebut. Untuk mendukung kegiatan tersebut, pada tahun 2009 telah
dilakukan pembibitan 150.000 rumput vetiver dan penyusunan DED untuk lokasi
Jawa Timur, Kalimantan Timur, dan Papua. Untuk wilayah Jawa Timur,
lereng/tebing jalan yang ditangani adalah ruas jalan baru (KM 0+200) yang
menjadi akses keluar masuk jembatan Suramadu. Di wilayah Kalimantan Timur,
aplikasi teknologi rumput vetiver akan diterapkan di 2 ruas jalan yaitu ruas jalan
Loa Janan – Gereja (KM 41+600) dan ruas jalan Santan – Bontang (KM 17+600).
Sedangkan untuk wilayah Papua, teknologi rumput vetiver akan diterapkan di ruas
jalan Yeti - Arso (KM 107+100). Diharapkan dengan adanya aplikasi teknologi
rumput vetiver, permasalahan erosi/longsoran dangkal yang mungkin akan timbul
di lokasi tersebut dapat dikurangi.
Penggunaan
teknologi rumput vetiver ini menggambarkan salah satu manfaat teknologi
terhadap lingkungan. Namun, Pada
hakekatnya pembangunan berkelanjutan merupakan aktivitas memanfaatkan seluruh
sumberdaya, guna meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat
manusia. Pelaksanaan pembangunan pada dasarnya juga merupakan upaya memelihara
keseimbangan antara lingkungan alami (sumberdaya alam hayati dan non hayati)
dan lingkungan binaan (sumberdaya manusia dan buatan), sehingga sifat interaksi
maupun interdependensi antar keduanya tetap dalam keserasian yang seimbang.
Dalam kaitan ini, eksplorasi maupun eksploitasi komponen-komponen sumberdaya
alam untuk pembangunan, harus seimbang dengan hasil/produk bahan alam dan
pembuangan limbah ke alam lingkungan. Prinsip pemeliharaan keseimbangan
lingkungan harus menjadi dasar dari setiap upaya pembangunan atau perubahan untuk
mencapai kesejahteraan manusia dan keberlanjutan fungsi alam semesta.
Sistem masukan dan keluaran dalam pembangunan yang
berwawasan lingkungan, dapat dikontrol dari segi sains dan teknologi. Penggunaan
perangkat hasil teknologi diarahkan untuk tidak merusak lingkungan alam, serta
bersifat ‘teknologi bersih’, dan mengutamakan sistem daur ulang. Arah untuk
menjadikan produk ramah lingkungan, dan menekan beaya eksternal akibat produksi
tersebut harus menjadi orientasi bagi setiap usaha pemanfaatan sumberdaya alam
untuk kesejahteraan masyarakat. Mekanisme pengaturan keseimbangan sistem
masukan dan keluaran akan ditentukan oleh kepedulian atau komitmen sumberdaya
manusia, sistem yang berlaku, infrastruktur fisik, sumber daya lain yang dibutuhkan. Dengan prinsip
keterlanjutan, pengelolaan sumber daya
alam dan lingkungan perlu disusun dalam arah strategis untuk menyelamatkan aset
lingkungan hidup bagi generasi mendatang. Upaya peningkatan kesejahteraan
manusia harus seiring dengan kelestarian fungsi sumberdaya alam, agar
keseimbangan lingkungan tetap terjaga dan potensi keanekaragaman hayati tidak
akan menurun kualitasnya.
D.
Dampak
Teknologi Terhadap Lingkungan
Pada
hakikatnya manusia
selalu berusaha untuk menuju kepada kehidupan yang lebih baik dan menyenangkan.
Untuk itu manusia menciptakan alat agar dapat memanfaatkan kekayaan alam yang
ada. Manusia menciptakan alat dan teknologi untuk dapat melakukan pembangunan
demi kehidupan yang lebih baik. Pembangunan berarti mengubah lingkungan. Dalam
usaha menjaga agar lingkungan tetap dapat mendukung kelangsungan hidup manusia
maka perlu suatu perencanaan pembangunan yang matang dan baik.
Dengan peralatan dan teknologi
manusia dapat mengeduk dan memanfaatkan segala macam kekayaan alam yang ada.
Oleh karena terdesak oleh kebutuhan sumber daya alam yang makin meningkat,
manusia mulai berfikir bahwa pada suatu saat sumber daya alam akan habis. Walaupun
proses alam
dapat membentuk lagi sumber daya alam seperti sediakala, akan tetapi proses
alam tersebut memakan waktu yang sangat lama, kira-kira 4 milyar tahun. Dengan
tingkat kemajuan teknologi seperti sekarang ini, sumber daya alam pasti akan terkuras
habis dalam waktu yang relative singkat.
Sumber daya alam seperti minyak
bumi, batu bara, logam, dan lain - lain pada suatu saat akan habis jika
digunakan terus-menerus. Sumber daya alam yang lain seperti udara dan air yang
merupakan kebutuhan hidup yang utama memang tidak akan habis. Akan tetapi
karena kegiatan manusia, udara dan air mungkin pada suatu saat akan tidak dapat
digunakan lagi. Walaupun secara alamiah akan terjadi proses pembersihan udara
dan air, naming pencemaran yang terjadi jauh lebih cepat dari proses
pembersihannya. Oleh karena itu perlu dilakukan usaha untuk mengurangi laju
pencemaran lingkungan. Bahkan bila mungkin meniadakan sama sekali pencemaran
tersebut. Usaha ini harus dilakukan dengan sungguh - sungguh dan perlu pengaturan
serta pengawasan yang ketat.
Untuk dapat melakukan pengaturan dan
pengawasan terhadap masalah pencemaran lingkungan, pemerintah Republik
Indonesia telah memberlakukan Undang-Undang No.4 Tahun 1982 yang memuat
pedoman pokok tentang analisis dampak lingkungan sebagai realisasi
kebijaksanaan pemerintah dalam pengelolaan lingkungan. Dengan AMDAL (Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan) diharapkan dapat diambil suatu keputusan dan
tindakan pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya kerusakan fisik dan
biologis lingkungan yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap system kehidupan
makhluk yang ada di dalamnya.
Perkembangan industri yang pesat
yang merupakan penerapan kemajuan teknologi adalah usaha manusia untuk mengolah
dan memanfaatkan sumber daya alam dan bertujuan untuk meningkatkan taraf
hidupnya agar menjadi lebih baik. Semua kegiatan tersebut akan memberikan
dampak lingkungan. Kenyamanan hidup banyak ditentukan oleh kualitas lingkungan
yang mendukung kelangsungan hidup manusia. Kualitas lingkungan merupakan keseimbangan
antara sumber daya alam dan hasil kegiatan manusia.
Teknologi yang diciptakan manusia
dari waktu ke waktu mengalami perubahan yang sangat cepat. Ada teknologi ramah
lingkungan dan teknologi tidak ramah lingkungan.
1.
Perbedaan
antara teknologi ramah lingkungan dan tidak ramah lingkungan
a.
Teknologi
ramah lingkungan
Teknologi ramah lingkungan mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut
1.
menggunakan
keahlian setempat
2.
dirawat
dan dipakai menggunakan keahlian setempat
3.
tidak
mencemari lingkungan
4.
tidak
mengurangi sumberdaya alam yang tidak dapat di perbaharui
5.
dimengerti
dan di rawat oleh masatarakat yang menggunakannya
6.
harga
terjangkau
7.
hemat
energi, bahan bakar cair, kayu bakar, dan lain-lain
8.
sebisa
mungkin menggunakan energi alami yang dapat diperbaharui
b. Teknologi tidak ramah lingkungan
Teknologi teknologi tidak ramah
lingkuan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. menggunakan teknologi yang canggih
dan ilmu yang tinggi
2. memerlukan perawatan dan perlakuan
yang khusus dari teknisi tertentu
3. sebagian besar bisa mencemari
lingkungan dan bisa berbahaya bagi makhluk hidup
4. limbah yang dihasilakan haruslah
diolah terlebih dahulu dengan metode khusus sebelum dibuang ke lingkungan
5. membutuhkan sumberdaya alam yang
tidak dapat diperbaharui
6. harga penggunaannya lumayan mahal
7. penggunaannya memerlukan pedoman
atau penuntun yang harus dijelaskan dengan jelas
8. memerlukan banyak energi dalam
proses dan penggunaannya.
2. Penggunaan teknologi ramah lingkungan
Penggunaan teknologi ramah lingkungan memerlukan sebuah
kebutuhan jangka panjang bagi keberlangsungan hidup manusia pada masa sekarang
penggunaan teknologi tinggi merupakan suatu cara yang efesien untuk mengurangi
biaya produksi selain itu juga menghasilkan barang yang banyak dalam waktu yang
sedikit namun penggunaan teknologi ini dapat juga dampak negatif terutama bagi
lingkungan. Sebagai
langkah untuk mengantisipasi hal tersebut. Berbagai cara telah dilakukan satu
diantaranya adalah dengan menggunkan teknologi ramah lingkungan seperti:
·
kendaraan
dan motor-motor diesel yang dijalankan dengan menggunakan minyak kelapa]
·
listrik
yang dibangkitkan dengan tenaga natahari, air, angin, dan pupuk
·
memanfaatkan
tenaga hewan, seperti kerbau, sapi, dan kuda untuk alat treansportasi. Mengolah
lahan dan tenaga kerja lainnya. Disamping fungsinya sebagai ternak.
Kegiatan industri dan teknologi dapat memberikan dampak
lingkungan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Dampak
langsung, antara lain berupa :
Pencemaran lingkungan akibat bahan
buangan/sisa industri yang dapat mengotori udara, air, tanah,
Kebisingan kontinyu maupun impulsif
yang dapat menimbulkan penyakit,
Lingkungan menjadi tidak nyaman
untuk pemukiman,
Pandangan yang kurang sedap di
daerah kegiatan industri.
Sedangkan dampak secara tak langsung, antara lain berupa :
Urbanisasi,
Perubahan nilai social budaya.
Dampak industri dan teknologi
terhadap lingkungan yang perlu mendapatkan perhatian dalam kaitannya dengan
analisis radioaktivitas lingkungan adalah masalah pencemaran lingkungan. Oleh
karena itu perlu diketahui secara umum masalah pencemaran lingkungan yang dapat
mengotori udara dan air pada lingkungan tersebut.
1.
Pencemaran
Udara
Udara merupakan campuran beberapa macam gas yang
perbandingannya tidak tetap tergantung pada keadaan suhu, tekanan udara, dan
lingkungan sekitarnya. Udara merupakan atmosfer yang mengelilingi bumi yang
fungsinya sangat penting bagi kehidupan di bumi. Di udara terdapat oksigen
untuk bernafas. Karbondioksida untuk fotosintesis, ozon untuk menahan sinar
ultraviolet. Susunan udara bersih kering kira-kira terdiri atas :
Nitrogen
(N2)
: 78,09 %
Oksigen
(O2)
: 21,94 %
Argon
(Ar)
: 0,93 %
Karbondioksida (CO2)
: 0,032 %
Gas-gas lain
yang terdapat di udara antara lain gas - gas mulia, nitrogen oksida, hydrogen,
methana, belerang dioksida, ammonia, dan lain-lain. Apabila susunan udara
mengalami perubahan dari susunan di atas, terlebih lagi sudah mendapat tambahan
particulate/aerosol dan lebih parah lagi bila terdapat unsure radioaktif, maka
dapat dikatakan udara tersebut telah mengalami pencemaran.
Udara di daearah perkoraan dan terutama di daearah industri
dengan lalu lintasnya yang padat relatif sudah kotor akibat pencemaran udara.
Gas- gas SO2, H2S, dan CO secara tetap dilepaskan ke
udara secara alamiah yang berasal dari aktivitas gunung berapi, peristiwa
pembusukan senyawa organik dab sebagainya.di samping itu, terdapat pula
pencemaran udara akibat ulah manusia itu sendiri, seperti gas buangan dari
industri, lalu lintas, pembakaran sampah, pemakaian mesin- mesin berbahan bakar
minyak dan lain sebagainya.
2.
Pencemaran
Air
Air termasuk unsur pokok bagi
kehidupan maupun bagi kepentingan kegiatan industri dan teknologi. Air sangat
diperlukan dalam industri dan kegiatan teknologi sebagai :
-
Air proses
- Air pendingin
- Air untuk uap penggerak turbin
- Air untuk sanitasi
Di dalam
kegiatan industri, air yang telah digunakan sebaiknya mengalami proses
pembersihan kembali untuk dapat digunakan kembali lagi. Industri yang tidak
baik pada umumnya membuang air yang telah digunakan ke lingkungan, danau,
sungai, atau langsung dibuang ke laut yang dapat mancemari air. Air dapat
dikatakan mengalami pencemaran apabila mengalami perubahan - perubahan , karena
adanya beberapa hal berikut ini.
a.
Suhu
Di
dalam industri seringkali air digunakan sebagai alat pendingin dari suatu
proses dan setelah itu dibuang ke sungai. Air sungai yang suhunya naik akan
mengganggu kehidupan di dalam air dan menurunkan kadar oksigen yang larut di
dalam air untuk keperluan bernapas. Makin tinggi suhu air, makin sedikit
oksigen yang terlarut di dalamnya.
b.
PH
Atau Konsentrasi Ion Hidrogen
Air yang
memenuhi syarat untuk kehidupan normal mempunyai pH berkisar antara 6,5 –
7,5. Tingkat keasaman ditunjukkan oleh pH atau ukuran konsentrasi ion
hidrogen. Bahan buangan industri yang pada umumnya bersifat asam atau basah
akan mengubah tingkat keasaman air sehingga dapat mengganggu kehidupan di dalam
air.
c.
Bau
Bau dapat langsung berasal dari
bahan buangan industri atau berasal dari hasil degradasi bahan buangan.
Timbulnya bau pada air dapat dipakai sebagai ukuran tingkat pencemaran air.
Mikroba di dalam air dapat mengubah bahan buangan oreganik secara degradasi
menjadi bahan yang mudah menguap dan berbau.
d.
Endapan
/ Koloidal / Bahan Terlarut
Endapan dan
koloidal serta bahan terlarut berasal dari adanya bahan buangan industri yang
berbentuk padat yang di buang ke sungai. Endapan dan koloidal yang melayang di
dalam air akan menghalangi masuknya sinar matahari ke lapisan air. Sinar
matahari sangat diperlukan untuk proses fotosintesa mikroorganisme di dalam
air. Apabila endapan dan bahan koloidal berasal dari bahan organik, maka
mikroorganisme dengan bantuan oksigen yang terlarut akan melakukan degradasi
bahan organik menjadi bahan yang lebih sederhana.
Dalam hal ini kandungan oksigen yang terlarut di dalam air akan berkurang.
Banyaknya oksigen yang diperlukan untuk proses degradasi biokimia disebut Biochemical
Oxygen Demand atau disingkat BOD. Ada beberapa jenis ikan yang tidak dapat
hidup dengan kadar oksigen di bawah 4 ppm. Banyak bahan anorganik yang terlarut
memberikan tambahan ion-ion logam berat yang pada umumnya beracun, seperti Cd,
Cr, Pb.
e.
Sifat
Radioaktif
Mengingat
bahwa zat radioaktif dapat menyebabkan berbagai macam kerusakan biologis, baik
melalui efek langsung maupun efek tertunda, maka tidak dibenarkan dan sangat
tidak etis bila membuang bahan sisa radioaktif ke lingkungan. Secara alamiah
radioaktivitas lingkungan sudah ada sejak terbentuknya bumi ini. Bertambahnya
tingkat radioaktivitas lingkungan disebabkan oleh kegiatan industri dan
teknologi nuklir yang oleh karenanya perlu mendapat pengaturan dan pengawasan
yang seksama. Pembakaran batu bara juga dapat memberikan tambahan kenaikan
radioaktivitas lingkungan.
Selain dampak negatif yang telah
diuraikan diatas, terdapat pula dampak negatif teknologi yang lain yaitu Pengalaman beberapa negara
berkembang khususnya negara-negara latin yang gandrung memakai teknologi dalam
industri yang ditransfer dari negara-negara maju (core industry) untuk
pembangunan ekonominya seringkali berakibat pada terjadinya distorsi tujuan.
Keadaan ini terjadi karena aspek-aspek dasar dari manfaat teknologi bukannya
dinikmati oleh negara importir, tetapi memakmurkan negara pengekpor atau
pembuat teknologi. Negara pengadopsi hanya menjadi komsumen dan ladang
pembuangan produk teknologi karena tingginya tingkat ketergantungan akan suplai
berbagai jenis produk teknologi dan industri dari negara maju. Alasan umum yang
digunakan oleh negara-negara berkembang dalam mengadopsi teknologi (iptek) dan
industri, searah dengan pemikiran Alfin Toffler maupun John Naisbitt yang
meyebutkan bahwa untuk masuk dalam era globalisasi dalam ekonomi dan era
informasi harus melewati gelombang agraris dan industrialis. Hal ini didukung
oleh itikad pelaku pembangunan di negara-negara untuk beranjak dari satu
tahapan pembangunan ke tahapan pembangunan berikutnya.
Tetapi akibat tindakan penyesuaian yang harus dipenuhi dalam
memenuhi permintaan akan berbagai jenis sumber daya (resources), agar proses
industri dapat menghasilkan berbagai produk yang dibutuhkan oleh manusia,
seringkali harus mengorbankan ekologi dan lingkungan hidup manusia. Hal ini
dapat kita lihat dari pesatnya perkembangan berbagai industri yang dibangun
dalam rangka peningkatan pendapatan (devisa) negara dan pemenuhan berbagai
produk yang dibutuhkan oleh manusia.
Disamping itu, IPTEK dikembangkan dalam
bidang antariksa dan militer, menyebabkan terjadinya eksploitasi energi, sumber
daya alam dan lingkungan yang dilakukan untuk memenuhi berbagai produk yang
dibutuhkan oleh manusia dalam kehidupannya sehari-hari. Gejala memanasnya bola
bumi akibat efek rumah kaca (greenhouse effect) akibat menipisnya lapisan
ozone, menciutnya luas hutan tropis, dan meluasnya gurun, serta melumernnya
lapisan es di Kutub Utara dan Selatan Bumi dapat dijadikan sebagai indikasi
dari terjadinya pencemaran lingkungan kerena penggunaan energi dan berbagai
bahan kimia secara tidak seimbang (Toruan, dalam Jakob Oetama, 1990: 16 – 20). Selain
itu, terdapat juga indikasi yang memperlihatkan tidak terkendalinya polusi dan
pencemaran lingkungan akibat banyak zat-zat buangan dan limbah industri dan
rumah tangga yang memperlihatkan ketidak perdulian terhadap lingkungan hidup.
Akibat-akibat dari ketidak perdulian terhadap lingkungan ini
tentu saja sangat merugikan manusia, yang dapat mendatangkan bencana bagi
kehidupan manusia. Oleh karena itu, masalah pencemaran lingkungan baik oleh
karena industri maupun komsumsi manusia, memerlukan suatu pola sikap yang dapat
dijadikan sebagai modal dalam mengelola dan menyiasati permasalahan lingkungan.
Seringkali ditemukan pernyataan yang menyamakan istilah
ekologi dan lingkungan hidup, karena permasalahannya yang bersamaan. Inti dari
permasalahan lingkungan hidup adalah hubungan mahluk hidup, khususnya manusia
dengan lingkungan hidupnya. IImu tentang hubungan timbal balik mahluk hidup
dengan lingkungan hidupnya di sebut ekologi (Soemarwoto, 1991: 19). Lingkungan
hidup adalah sistem yang merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya.
keadaan dan mahluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dengan prilakunya, yang
mempengaruhi kelangsungan peri kehidupannya dan kesejahteraan manusia serta
mahluk hidup lainnya (Soerjani, dalam Sudjana dan Burhan, 1996: 13).
Dari definisi diatas tersirat bahwa mahluk hidup khususnya
merupakan pihak yang selalu memanfaatkan lingkungan hidupnya, baik dalam hal
respirasi, pemenuhan kebutuhan pangan, papan dan lain-lain. Manusia
berinteraksi dengan lingkungan hidupnya, yang dapat mempengaruhi dan
mempengaruhi oleh lingkungan hidupnya, membentuk dan dibentuk oleh lingkungan
hidupnya. Hubungan manusia dengan lingkungan hidupnya adalah sirkuler, berarti
jika terjadi perubahan pada lingkungan hidupnya maka manusia akan terpengaruh.
Uraian ini dapat menjelaskan akibat yang ditimbulkan oleh
adanya pencemaran lingkungan, terutama terhadap kesehatan dan mutu hidup
manusia. Misalnya, akibat polusi asap kenderaan atau cerobong industri, udara
yang dipergunakan untuk bernafas oleh manusia yang tinggal di lingkungan itu
akan tercemar oleh gas CO (karbon monoksida). Berkaitan dengan paparan ini,
perlakuan manusia terhadap lingkungan akan mempengaruhi mutu lingkungan
hidupnya.
Masalah pencemaran lingkungan hidup,
secara teknis telah didefinisikan dalam UU No. 4 Tahun 1982, yakni masuknya
atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam
lingkungan dan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau
proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang
menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat lagi berfungsi sesuai peruntukannya.
Dari definisi yang panjang tersebut,
terdapat tiga dampak IPEK terhadap lingkungan hidup dan sumber daya alam yaitu;
dampak secara kimiawi, fisik dan biologis. Resiko kimiawi akibat IPTEk adalah:
senyawa-senyawa kimia berbahaya yang terdapat di air, tanah, udara dan makanan.
Resiko fisik akibat IPTEk adalah kebakaran, gempa bumi,
letusan gunung berapi, kebisingan, radiasi, sedimentasi. Resiko biologis akibat
IPTEk adalah pathogen (bakteri, virus, parasit), dan bahan kimia yang
mengakibatkan kerusakan pada jaringan tubuh. Pencemaran terjadi bila
dalam lingkungan terdapat bahan yang menyebabkan timbulnya perubahan yang tidak
diharapkan, baik yang bersifat fisik, kimiawi maupun biologis sehingga
mengganggu eksistensi manusia dan aktivitas manusia serta organisme lainnya. Bahan penyebab pencemaran tersebut
disebut polutan. Polusi disebabkan terjadinya factor-faktor tertentu yang
sangat menentukan ialah:
· Jumlahpenduduk
· Jumlah
sumberdaya alam yang digunakan oleh setiap individu
· Jumlah Polutan
yang dikeluarkan oleh setiap jenis SDA
· Teknologi yang digunakan.
Penggunaan sumberdaya yang salah
menimbulkan erosi, sedimentasi yang merusak, penggaraman tanah dan air,
penggersangan lahan, banjri dsb.
Limbah dan sisa proses menimbulkan contamination dan
pollution atas udara, tanah dan air. Dampak menyebar dan meluas cepat lewat
udara dan air. Penyebaran dan peluasan dampak lewat tanah langsung berjalan
sangat lambat. Akan tetapi tanah dapat bertindak sebagai penyimpan zat atau
bahan pencemar atau pengotor selama waktu lama dan dengan demikian menjadi sumber
dampak yang nantinya akan tersebar lewat udara atau air. Zat pencemar yang
tersimpan dalam tanah juga dapat menyebar lewat serapan tanaman bersama dengan
panenan yang diangkut dan digunakan ditempat-tempat lain. Kalau zat pencemar
diserap tanaman pangan atau pakan, akan dapat mnimbulkan pencemaran dakhil
(internal pollution) atas orang atau ternak dimana-mana tempat memperjual
belikan bahan pangan atau pakan tersebut. Sumber pencemaran dakhil lebih sulit
dilacak daripada sumber pencemaran lewat udara dan air.
Pencemaran dapat datang dari sumber pasti misalnya dari
saluran pembuang limbah pabrik atau datang dari sumber baur, misalnya dari
aliran limpas lahan pertanian, pencemaran sumber pasti secara nisbi lebih mudah
ditangani karena titik pelepasan bahan pencemar jelas dan susunan bahan
pencemar terbatas keanekaannya. Pencemaran sumber baur lebih suli ditangani
kerana titik pelepasannya dan titik asalnya berada di mana-mana dan susunan
bahan pencemarannya sangat beraneka.
Ada dampak yang tinggal di tempat dampak
itu ditimbulkan, misalnya pemampatan tanah oleh alat-alat berat dalam pembukaan
lahan atau penggaraman tanah oleh system irigasi yang dirancang tanpa
memperhitungkan neraca air pada antarmuka atmosfer tanah. Ada dampak yang
diekspor ke tempat lain dari tempat asalnya, misalnya erosi di hulu mengekspor
dampak sedimentasi ke hilir atau asap kendaraan bermotor dari jalur jalan
diekspor ke kawasan pertanian atau pemukiman sepanjang jalan. Kawasan yang menimpor dampak
menghadapi persoalan serupa dengan yang terkena.
Teknologi yang diandalkan sebagai istrumen utama dalam
“revolusi hijau” mampu meningkatkan hasil pertanian, karena adanya bibit
unggul, bermacam jenis pupuk yang bersifat suplemen, pestisida dan insektisida.
Dibalik itu, teknologi yang sama juga menghasilkan berbagai jenis racun yang
berbahaya bagi manusia dan lingkungannya, bahkan akibat rutinnya digunakan
berbagi jenis pestisida ataupun insektisida mampu memperkuat daya tahan hama
tananam misalnya wereng dan kutu loncat.
Berdasarkan hasil studi empiris yang
pernah dilakukan oleh Magrath dan Arens pada tahun 1987 (Prasetiantono, di
dalam Sudjana dan Burhan (ed.), 1996: 95), diperkirakan bahwa akibat erosi
tanah yang terjadi di Jawa nilai kerugian yang ditimbulkannya telah mencapai
0,5 % dari GDP, dan lebih besar lagi jika diperhitungkan kerusakan lingkungan
di Kalimantan akibat kebakaran hutan, polusi di Jawa, dan terkurasnya kandungan
sumber daya tanah di Jawa.
Terlepas dari berbagai keberhasilan pembangunan yang disumbangkan oleh teknologi dan sektor indusri di Indonesia, sesungguhnya telah terjadi kemerosotan sumber daya alam dan peningkatan pencemaran lingkungan, khususnya pada kota-kota yang sedang berkembang seperti Gresik, Suarbaya, Jakarta, bandung Lhoksumawe, Medan, dan sebagainya. Bahkan hampir seluruh daerah di Jawa telah ikut mengalami peningkatan suhu udara, sehingga banyak penduduk yang merasakan kegerahan walaupun di daerah tersebut tergolong berhawa sejuk dan tidak pesat industrinya.
Terlepas dari berbagai keberhasilan pembangunan yang disumbangkan oleh teknologi dan sektor indusri di Indonesia, sesungguhnya telah terjadi kemerosotan sumber daya alam dan peningkatan pencemaran lingkungan, khususnya pada kota-kota yang sedang berkembang seperti Gresik, Suarbaya, Jakarta, bandung Lhoksumawe, Medan, dan sebagainya. Bahkan hampir seluruh daerah di Jawa telah ikut mengalami peningkatan suhu udara, sehingga banyak penduduk yang merasakan kegerahan walaupun di daerah tersebut tergolong berhawa sejuk dan tidak pesat industrinya.
Berkaitan dengan pernyataan tersebut,
Amsyari (Sudjana dan Burhan (ed.), 1996:104), mencatat keadaaan lingkungan di
beberapa kota di Indonesia, yaitu: Terjadinya penurunan kualitas air permukaan
di sekitar daerah-daerah industri. Konsentrasi bahan pencemar yang berbahaya bagi kesehatan
penduduk seperti merkuri, kadmium, timah hitam, pestisida, meningkat tajam
dalam kandungan air permukaan dan biota airnya.
Kelangkaan air tawar semakin terasa,
khususnya di musim kemarau, sedangkan di musim penghujan cenderung terjadi
banjir yang melanda banyak daerah yang berakibat merugikan akibat kondisi
ekosistemnya yang telah rusak. Temperatur
udara maksimal dan minimal sering berubah-ubah, bahkan temperatur tertinggi di
beberapa kola seperti Jakarta sudah mencapai 37 derajat celcius. Terjadi
peningkatan konsentrasi pencemaran udara seperti CO, NO2r S02, dan debu. Sumber
daya alam yang dimiliki bangsa Indonesia terasa semakin menipis, seperti minyak
bumi dan batubara yang diperkirakan akan habis pada tahun 2020. Luas hutan
Indonsia semakin sempit akibat tidak terkendalinya perambahan yang disengaja
atau oleh bencana kebakaran. Kondisi hara tanah semakin tidak subur, dan lahan
pertanian semakin memyempit dan mengalami pencemaran.
3.
Usaha
Pengurangan Pencemaran
Oleh karena
pencemaran lingkungan mempunyai dampak yang sangat luas maka perlu diusahakan
pengurangan pencemaran lingkungan atau bahkan bila mungkin meniadakannya sama sekali.
di dalam kegiatan industri usaha pengurangan pencemaran lingkungan antara lain
dengan mengurangi jumlah bahan buangan dari industri itu sendiri. Di beberapa
Negara bahan buangan masih diolah ulang lagi menjadi bahan yang bermanfaat
walaupun untuk proses ini diperlukan biaya yang tinggi. Usaha untuk mengurangi
pencemaran lingkungan antara lain dengan cara :
1.
Mengubah
Proses
Bahan
buangan yang berupa zat-zat kimia sedapat mungkin dikurangi atau dihindarkan.
Beberapa proses di dalam industri dan teknologi sudah ada yang melakukan hal
ini. Sebagai contoh, di dalam penguraian uranium dari batuan uranium, peranan
beberapa zat kimia dapat digantikan oleh bakteri tertentu. Pada industri
penyamakan kulit, senyawa chroom yang dipakai sebagai penyamak diganti dengan
enzim sehingga ion Cr yang biasanya terdapat di dalam buangan dapat ditiadakan.
2.
Mengganti
Sumber Energi
Energi yang menggunakan bahan bakar
minyak maupun batu bara selalu menghasilkan SO2, H2S, NO2,
dan beberapa gas lain. Hal ini bisa dikurangi dengan memakai bahan bakar LNG
yang relative menghasilkan gas buangan lebih bersih. Dapat juga dengan memakai
tenaga listrik yang berasal dari tenaga air atau tenaga nuklir.
3.
Perencanaan
Kawasan Industri
Agar
pencemaran lingkungan yang berasal dari kegiatan industri dapat teramati dengan
baik, maka perlu diadakan suatu daerah yang semata-mata untuk kegiatan
industri. Dengan demikian daya dukung lingkungan akan menjadi lebih baik karena
telah direncanakan secara terpadu dengan tempat pemukiman dan fasilitas lainnya.
Industri yang memberikan dampak lingkungan sangat mengganggu dan mahal
penanggulangannya sebaiknya dipindahkan ke tempat yang lebih sesuai.
4.
Pengolahan
Limbah
Pengolahan
limbah dari buangan industri dimaksudkan untuk mengurangi pencemaran
lingkungan. Cara ini disebut juga dengan Waste Treatment atau Waste Management
yang penanganannya tergantung kepada jenis kandungan limbah serta tergantung
kepada rencana pembuangannya.
Usaha
pengurangan pencemaran lingkungan seperti yang diuraikan di atas tidak akan ada
artinya apabila tidak disertai pengaturan dan pengawasan yang ketat. Oleh
karena itu peraturan perundangan yang mengatur masalah pengelolaan lingkungan
perlu diketahui oleh setiap petugas yang bergerak dalam bidang industri dan
kegiatan teknologi.
BAB
III
PENUTUP
PENUTUP
A. Kesimpulan
a.
Teknologi
merupakan suatu sistem penggunanaan berbagai sarana yang tersedia untuk
mencapai tujuan-tujuan praktis yang ditentukan.
b.
Pembangunan
yang mengandalkan teknologi dan industri dalam mempertahankan tingkat
pertumbuhan ekonomi seringkali membawa dampak negatif bagi lingkungan hidup manusia.
c.
Pencemaran
lingkungan akan menyebabkan menurunnya mutu lingkungan hidup, sehingga akan
mengancam kelangsungan mahluk hidup, terutama ketenangan dan ketentraman hidup
manusia.
d.
Terdapat
tiga dampak IPEK terhadap lingkungan hidup dan sumber daya alam yaitu; dampak
secara kimiawi, fisik dan biologis.
B. Saran
a. Sebaiknya dalam
mengeksploitasi sumber daya alam dan lingkungan serta kegiatan yang
berorientasi pada teknologi, yang dilakukan oleh dunia industri tidak hanya
bertujuan meningkatkan keuntungan ekonomi semata, tetapi harus pula
memperhatikan lingkungan dan SDA serta diiringi dengan kemauan untuk menyisihkan
biaya pemeliharaan lingkungan.
b. Perlu dilibatkan masyarakat dalam
pengawasan pengolahan limbah buangan industri agar lebih intens dalam menjaga
mutu lingkungan hidup. Ikhtiar ini merupakan salah satu bentuk partisipasi dan
pengawasan biar untuk memelihara kelestarian lingkungan hidup.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Ibrahim M., Sekilas
Perkembangan Alih Teknologi di Indonesia. Prisma No. 4, LP3ES, Jakarta, 1987.
Kusumaatmadja, Sarwono., Persepsi,
Kesadaran, dan Pentaalan Terhadap lingkungan hidup, dalam Sudjana, Eggi dan
Burhan, Latif(ed.).Upaya Penyamaan Persepsi, Kesadaran dan Pentaatan Terhadap
Pemecahan Masalah Lingkungan hidup. CIDES, Jakarta, 1996.
Soemarwoto, Olto., Ekologi
Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Djambatan: Jakarta, 1991.
Soerjani, Mohammad., Permasalahan
lingkungan hidup dalam tinjauan Filosofis ekologis dalam Sudjana, Eggi dan
Burhan, Latif (ed.). Upaya Penyamaan Persepsi, Kedadaran dan Pentaan terhadap
pemecahan Masalah Lingkungan Hidup, CIDES, Jakarta, 1996.
Susastro, Hadi., Teknologi dan Keunggulan
Komparatif, CSIS, Jakarta, Maret 1992.
Langganan:
Postingan (Atom)